Oleh: Taufik Bagus Murdianto S.E., M.Sc (Staf Ahli DPD RI)
Akhir Mei lalu, saya menghadiri Kongres Ekologi Internasional Nevski ke-10 di Saint Petersburg Rusia mendampingi wakil Ketua I DPD RI bapak Nono Sampono. Pertemuan tersebut dihadiri negara-negara di kawasan Eropa Timur yang tergabung dalam organisasi kawasan (seperti ASEAN-nya negara- negara Eropa Timur), membahas tentang hal-hal yang terkait dengan lingkungan hidup dan energi hijau terbarukan, apa yang sudah dilakukan dari negara-negara yang hadir, tantangan yang sedang dihadapi, sekaligus sebagai media yang memberikan kesempatan antar negara yang hadir untuk berjejaring dan bekerja sama pada bidang ekologi.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia memaparkan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari 29% ke 31 melalui upaya mandiri tanpa syarat, dan dari 41% ke 43.20% dengan dukungan global. Ini merupakan komitmen Indonesia terhadap pemenuhan janji dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim di Paris 23 September 2022.
Kementerian Kehutanan dan Lingkungan hidup Indonesia percaya bahwa dengan berfokus pada sektor Net Sink Forestry and Other Land Uses (FOLU)/Penyerapan Karbon Kehutanan dan Penggunaan Lahan, Indonesia dapat memenuhi targetnya pada tahun 2030. Secara harfiah, Net Sink FOLU 2030 Indonesia adalah kondisi yang harus dicapai melalui pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan pada tingkat penyerapan setara atau lebih tinggi dari tingkat emisi.
Strategi yang dirumuskan untuk mencapai Net Sink FOLU 2030, secara umum, akan dilakukan melalui:
Pertama, menghindari deforestasi. Strategi untuk mengatasi tingkat deforestasi dapat dilakukan misalnya dengan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan serta melibatkan masyarakat dalam program kehutanan sosial.
Kedua, konservasi dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi degradasi hutan yang disebabkan oleh penebangan berlebihan dan perambahan hutan produksi, serta untuk memperluas kawasan hutan yang dilindungi.
Ketiga, perlindungan dan restorasi lahan gambut.
Keempat, peningkatan penyerapan melalui percepatan penghijauan dan reboisasi lahan yang sangat terdegradasi di luar dan di dalam kawasan hutan, serta penghijauan perkotaan, replikasi sukses ekosistem, dan rehabilitasi ekoriparian.
Untuk mencapai Net Sink FOLU 2030 Indonesia, ada tantangan yang harus dihadapi:
- Mengembangkan skenario pengamanan,
- Merumuskan isu lintas sektor,
- Meningkatkan tingkat intensitas peta memuat fokus lokus,
- Menyusun rencana tindakan terperinci di lapangan,
- Menyesuaikan teknologi spasial,
- Melaksanakan ,
- Mengejar dukungan pendanaan, yang mencapai lebih dari 200
triliun rupiah Indonesia atau sekitar 1,078 triliun rubel Rusia, - Menyesuaikan desentralisasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan, - Mengoptimalkan dinamika politik sumber daya alam, dan
- Merumuskan kebutuhan dukungan yang berkelanjutan dari
sisi kecerdasan penelitian, pengembangan, dan inovasi.
Kolaborasi teknis potensial dalam mencapai Net Sink FOLU 2030 Indonesia meliputi:
- Penyediaan Citra Satelit resolusi sangat tinggi untuk
meningkatkan intensitas peta yang memuat fokus lokus
pelaksanaan tindakan mitigasi. - Jaringan dan pengembangan investasi bisnis di area hutan.
- Studi banding institusi pengelolaan hutan untuk memperkuat
kapasitas institusi di masa depan. - Promosi dan pengintegrasian penerapan teknik silvikultur
insentif (SILIN), pemanenan berdampak rendah (RIL-C),
Pengendalian Kebakaran Hutan & Lahan, Restorasi Hutan, dan
tindakan mitiaasi FOLU lainnva. - Perbaikan dan penyusunan Manual/Pedoman untuk Tindakan
Mitigasi FOLU. - Pengembangan/penguatan berbagai Sistem Informasi
Tindakan Mitigasi FOLU, dan - Penelitian & Pengembangan berdasarkan pengalaman yang
dimiliki oleh berbagai negara/lembaga mitra strategis.
Kongres ini bermanfaat dalam menyebarkan awareness mengenai apa yang terjadi di setiap negara-negara yang hadir, permasalahan mereka, serta membuka kesempatan memperkuat hubungan bilateral atau multilateral dalam memecahkan permasalahan lingkungan hidup antar negara yang hadir, khususnya Indonesia dengan Rusia dan negara afiliasinya.
Sebagai contoh, kesempatan ini digunakan untuk mendorong kerja sama Rusia-Indonesia dalam bidang energi, industri hijau (salah satunya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) yang sangat dibutuhkan Indonesia, khususnya wilayah kepulauan Indonesia Timur agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam mengejar ketertinggalan dengan wilayah barat: dan infrastruktur yang disepakati dalam pertemuan khusus dengan Wakil Menteri Industri dan
perdagangan federasi Rusia sebagai bentuk kebijakan luar negeri non-blok untuk menyeimbangkan hubungan Indonesia dengan negara barat demi mencapai bumi yang layak dihuni oleh generasi mendatang.